
Jakarta –
Pemerintah mulai mendorong upaya restrukturisasi kepada raksasa tekstil RI, PT Sri Rejeki Isman (Sritex), usai Mahkamah Agung (MA) menolak tuntutan kasasi atas problem pailit. Putusan MA ini menghasilkan status pailit perusahaan menjadi berkekuatan aturan tetap alias inkrah.
MA tentukan menolak kasasi dengan Nomor Perkara 1345 K/PDTSUS-PAILIT/2024. Adapun kasasi diajukan Sritex atas putusan pailit dari Pengadilan Negeri (PN) Semarang pada Oktober 2024 lantaran tidak bisa melunasi utang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya menentukan bahwa penanganan Sritex masih selalu berjalan. Selaras dengan itu, pihaknya juga mendorong buat dilakukannya restrukturisasi.
“Sritex tetap berjalan. Upayanya restructuring (restrukturisasi),” kata Airlangga, dijumpai di Alam Sutera, Tangerang, Minggu (22/12/2024).
Baca juga: Terungkap 4 Fakta Miris Kondisi Sritex Setelah Jatuh Pailit |
Mengutip laman OJK, restrukturisasi merupakan langkah perbaikan yang dikerjakan dalam acara perkreditan kepada debitur yg potensial mengalami kesusahan buat menyanggupi seluruh kewajibannya. Ketika pinjamannya sudah cair, maka debitur mesti mengeluarkan duit segalanya sesuai deadline yg ditentukan.
Namun, dalam kondisi tertentu debitur mengalami peristiwa tidak terduga secara datang-datang, sehingga sulit untuk mengeluarkan duit kewajibannya. Alhasil, pihak pemberi pertolongan (bank atau forum pembiayaan) menampilkan restrukturisasi selaku bentuk dispensasi biar debitur sanggup melunasi pinjamannya.
Sebelumnya, Koordinator Perkumpulan Pekerja Sritex Grup, Slamet Kaswanto, mengatakan setidaknya ada sebanyak 15.000 karyawan yg terdampak keadaan pailit ini. Karyawan tersebut yaitu potongan dari empat perusahaan antara yang lain Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
“Yang total karyawannya (Grup Sritex) kan sebesar 50 ribu itu. Jadi, yg terdampak itu empat perusahaan, sekitar 15 ribu karyawan,” ujar Slamet, di saat dihubungi , Sabtu (21/12/2024).
Menurutnya, sampai di sekarang ini perusahaan belum mengambil langkah pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun memang lantaran proses pailit yang berjalan, perusahaan terkendala dalam mendapatkan suplai materi baku sehingga operasional tidak sanggup berjalan optimal.
“Karena belum ada izin going concern itu, yg terjadi, karyawan pada di sekarang ini sudah tak sedang pekerjaan disebabkan lantaran tak ada materi baku bagi menghasilkan bikinan itu. Nah sebagian yg masih sedang pekerjaan yaitu menyelesaikan atau materi baku yg masih ada masih dapat dikerjakan,” ujarnya.
Slamet memperkirakan, ada sekitar 3.000 karyawan dari empat perusahaan tersebut yg di sekarang ini dirumahkan. Mayoritas dari mereka merupakan karyawan yg mengatasi proses pemintalan benang. Kondisi ini disebabkan lantaran ketersediaan materi baku benang yg semakin menipis sehingga proses spinning tidak sanggup dilakukan.
“Nah proses yg dirumahkan itu dibayar 25% upahnya. Tapi jikalau yg masih sedang pekerjaan sarat tetap dibayar penuh,” kata Slamet.
Sementara itu, Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto menyampaikan, pihaknya menghormati putusan MA yang menolak tuntutan kasasi dan telah mengerjakan konsolidasi internal. Selaras dengan itu, Sritex juga telah tentukan buat mengajukan peninjauan kembali (PK).
“Upaya aturan ini kami tempuh, biar kalian sanggup menjaga keberlangsungan usaha, dar menawarkan lapangan pekerjaan bagi 50 ribu karyawan yg telah melakukan pekerjaan bahu-membahu kami selama puluhan tahun,” ujar Iwan, dalam pemberitahuan tertulis, Jumat (20/12/2024).
Iwan juga menegaskan, pengajuan PK ini ditempuh Sritex tak semata untuk kepentingan perusahaan, tapi menenteng serta aspirasi segala keluarga besar Sritex. Ia menambahkan, selama proses pengajuan kasasi ke MA, Sritex telah mengerjakan banyak sekali upaya buat menjaga usahanya, dan tidak mengerjakan PHK.