Keep Up to Date with the Most Important News

By pressing the Subscribe button, you confirm that you have read and are agreeing to our Privacy Policy and Terms of Use
Follow Us
Follow Us

Keep Up to Date with the Most Important News

By pressing the Subscribe button, you confirm that you have read and are agreeing to our Privacy Policy and Terms of Use
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments
Hot New Post. Sustainable Architecture for Future Urban Environments

Twitter, Drama, dan Curhatan Sepihak yang Nggak Pernah Selesai

Twitter—atau sekarang lebih dikenal dengan nama X—adalah tempat di mana 280 karakter bisa membuat seseorang viral, tersentuh, atau bahkan terbakar emosi. Tahun 2023 menjadi saksi betapa Twitter masih menjadi panggung utama untuk drama internet, mulai dari perang opini hingga curhatan sepihak yang sebenarnya… kita semua pernah lakukan.

Mungkin itu yang bikin Twitter terasa dekat. Isinya bukan cuma informasi, tapi juga emosi. Kita nggak hanya membaca berita—kita membaca perasaan orang-orang. Dan dari situlah semuanya terasa nyata. Kadang lucu, kadang nyebelin, kadang bikin mikir, “Kok ini gue banget?”


Timeline: Dari Receh ke Rasa Sakit

Satu scroll di timeline, dan kamu bisa menemukan berbagai hal: utas tentang kucing hilang, curhat hubungan toxic, opini soal budaya kerja, sampai potongan puisi yang kayaknya ditulis pas lagi galau banget. Twitter memang tempatnya semua hal bisa bercampur dalam satu ruang yang cepat dan berisik.

Advertisement

Tahun 2023 memperkuat satu hal: Twitter masih jadi tempat paling raw untuk meluapkan emosi. Nggak perlu diedit, nggak perlu aesthetic, cukup lempar satu cuitan: “Kayaknya gue capek bukan karena kerjaannya, tapi karena lingkungannya.” Dan tiba-tiba, puluhan orang membalas, “Sama,” “Cerita dong,” “Gue juga, sumpah.”

Kadang, kita nggak tahu siapa yang menulis. Tapi anehnya, kita bisa merasa terhubung. Ada solidaritas tanpa nama yang tumbuh di antara tweet-tweet itu.


Curhatan Sepihak: Terapi Gratis atau Drama Terencana?

Fenomena “curhat sepihak” di Twitter itu unik. Kita ngetweet sesuatu, tahu siapa yang kita maksud, tapi seolah-olah itu hanya kata-kata yang dilempar ke udara. “Nggak semua harus lo ceritain ke orang lain.” “Kalau lo beneran sayang, lo nggak bakal segampang itu pergi.” Kalimat-kalimat yang seperti potongan drama FTV, tapi banyak yang relate.

Apakah ini bentuk terapi? Bisa jadi. Kadang, hanya dengan menulis, kita merasa sudah melepaskan separuh beban. Kita tahu yang kita tuju bisa jadi membaca—tapi kita juga siap kalau dia nggak peduli. Dan buat orang lain? Ini bisa jadi hiburan. Atau pelajaran.

Tapi nggak jarang juga, curhatan ini memicu drama. Apalagi kalau yang tersinggung merasa “ini pasti buat gue.” Balesan muncul, sub-tweet dimulai, dan dalam beberapa menit, dua kubu terbentuk. Tiba-tiba semua followers jadi penonton setia sinetron digital tanpa iklan.


Ironi: Dunia yang Katarsis Tapi Penuh Tuntutan

Twitter memberi ruang untuk jujur, tapi juga penuh risiko. Di satu sisi, kita bebas mengekspresikan apa pun. Tapi di sisi lain, ada tekanan untuk membuat tweet kita menarik, lucu, atau “relatable”. Kadang, orang menuliskan hal-hal sedih bukan semata-mata untuk jujur, tapi agar viral. Supaya ada validasi.

Apakah itu buruk? Tidak selalu. Mungkin ini bagian dari bagaimana manusia beradaptasi di ruang digital. Kita menyesuaikan bentuk ekspresi sesuai konteks platform. Di Instagram kita estetik, di TikTok kita energik, dan di Twitter… kita jujur.


Ruang Untuk Menjadi “Tidak Selesai”

Salah satu hal paling menarik dari Twitter adalah bagaimana orang bisa “tidak selesai” di sana. Kita bisa membuka luka, marah, menyindir, menangis—semua tanpa perlu menyimpulkan. Curhatan sepihak yang nggak pernah selesai itu bukan karena malas menjelaskan, tapi karena hidup kita juga kadang memang nggak ada kesimpulannya.

Dan itu tidak apa-apa. Twitter memberi kita ruang untuk menunjukkan fragmen. Potongan hati, potongan pikiran, potongan cerita. Di Twitter, kita bisa patah—dan tetap punya tempat.


Dari Hiburan ke Refleksi

Tahun lalu juga memperlihatkan bahwa drama dan curhat di Twitter bukan hanya konsumsi hiburan, tapi bisa jadi cermin sosial.

Cuitan-cuitan yang dulu kita anggap receh, mulai terasa lebih dalam. Karena di balik kata-kata pendek itu, ada manusia yang sedang berusaha menjaga kewarasannya. Dengan cara apa pun yang mereka bisa.


Penutup: Tetap Cuit, Tapi Jangan Lupa Ngobrol Beneran

Twitter akan selalu jadi tempat yang menarik—antara tempat meluapkan isi hati, mengkritisi, atau sekadar lucu-lucuan. Tapi ingat, meski curhat di Twitter bisa menyelamatkan hari, tidak semua hal bisa selesai hanya lewat cuitan.

Mungkin teman, keluarga, atau profesional. Karena sepahit apa pun dunia nyata, di sana kamu tetap bisa menemukan pelukan, bukan sekadar likes.

Tapi sementara itu… ya sudah, kalau masih mau ngetweet: tulis saja. Karena kadang, 280 karakter itu cukup untuk bilang, “Aku masih bertahan.”

Keep Up to Date with the Most Important News

By pressing the Subscribe button, you confirm that you have read and are agreeing to our Privacy Policy and Terms of Use
Add a comment Add a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Ketika Instagram Lebih Jujur dari Percakapan di Dunia Nyata

Next Post

Dunia Virtual yang Kadang Lebih Nyaman dari Kenyataan

Advertisement